Jika Rancangan KUHP Disahkan, Menghina Presiden Bisa Dipenjara 4,5 Tahun atau Denda Rp200 Juta

- 20 Juni 2022, 09:13 WIB
Rancangan KUHP mengusulkan perubahan komprehensif terhadap KUHP Indonesia saat ini, yang dikenal sebagai KUHP. /Twitter/@sudjiwotedjo
Rancangan KUHP mengusulkan perubahan komprehensif terhadap KUHP Indonesia saat ini, yang dikenal sebagai KUHP. /Twitter/@sudjiwotedjo /

SUARA JAYAPURA - Dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memuat pasal bagi para penghina Presiden dan Wakil Presiden.

Jika rancangan KUHP itu disahkan, para penghina Presiden dan Wakil Presiden terancam hukuman penjara. 

 

Bagi penghina Presiden dan Wakil Presiden, akan dipenjara hingga 4,5 tahun. 

Baca Juga: Bintang Emon Diajak Ngopi Bareng Ketum PSSI Iwan Bule, Dapat Tawaran Soal Timnas Indonesia

Bahkan bagi mereka yang menghina kepala dan wakil kepala negara akan dikenakan denda.

Jumlahnya pun sangat fantastis mencapai ratusan juta rupiah. 

Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 218 ayat (1) Rancangan KUHP, yang berbunyi:

"Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV".

Baca Juga: SIAP-SIAP! Tilang Elektronik Akan Diberlakukan Seluruh Indonesia, Cek Lokasinya

Bila melihat Pasal 79, disebutkan denda kategori IV paling banyak adalah Rp200 juta.

Namun pada ayat (2) disebutkan penghinaan itu tidak akan dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

"Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri," bunyi aturan tersebut.

Baca Juga: Hidup Itu Simpel dan Sederhana Kata Ustadz Adi Hidayat, Ini Resepnya

Lanjut, hukuman bagi penghilang Presiden dan Wakil Presiden akan diproses jika disebarkan melalui media sosial dan media massa.

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 219, yang berbunyi:

"Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV". tulis aturan tersebut.

Baca Juga: Masak Kue Apa Hari Ini? Cobalah Buat Date Cookies Sereal Cokelat, Ini Resepnya

Pada prosesnya, penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden ini hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 220, yang berbunyi:

"(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219
hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. (2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden". tulis aturan tersebut. 

Pada penjelasannya, disebutkan yang dimaksud dengan “menyerang kehormatan
atau harkat dan martabat diri” dalam Pasal 218 ayat (1) pada dasarnya merupakan penghinaan yang menyerang nama baik atau harga diri Presiden atau Wakil Presiden di muka umum, termasuk menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah.

Baca Juga: Viral Istri Jual Suami ke Wanita Lain Demi Lunasi Hutang di Bank: Suamiku Jago Main Mbak

Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik ataupun pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah. 

"Penghinaan pada hakikatnya merupakan perbuatan yang sangat tercela, jika dilihat dari berbagai aspek antara lain moral, agama, nilai-nilai kemasyarakatan, dan nilai-nilai hak asasi manusia atau kemanusiaan, karena menyerang/merendahkan martabat kemanusiaan (menyerang nilai universal), oleh karena itu, secara teoritik dipandang sebagai rechtsdelict, intrinsically wrong, mala per se, dan oleh karena itu pula dilarang (dikriminalisir) di berbagai negara," bunyi aturan tersebut.

Sedangkan terkait ketentuan yang dimaksud dengan “dilakukan untuk kepentingan umum” dalam ayat (2) adalah melindungi kepentingan masyarakat banyak yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi.***

Editor: Muhammad Rafiq


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah