Usul Pj Gubernur Papua Bukan OAP, Mahfud Md Dinilai Abaikan UU Nomor 2 Tahun 2O2I

- 4 Agustus 2023, 10:55 WIB
Direktur Eksekutif LSM Santa Lusia Biak, Paulus Laratmase, S.Sos.,MM. Richard (SJ)
Direktur Eksekutif LSM Santa Lusia Biak, Paulus Laratmase, S.Sos.,MM. Richard (SJ) /

SUARA JAYAPURA - Pengusulan nama Laksda TNI Antongan Simatupang (Staf Ahli Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman) dilingkungan Kemenko Polhukam RI sebagai seorang calon Pj Gubernur Papua. Yang diajukan oleh Kemenko Polhukam RI, melalui Menko Polhukam Mahfud Md kepada Kemendagri, dinilai telah mengabaikan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2O2I tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif LSM Santa Lusia Biak, Paulus Laratmase, S.Sos.,MM.

Menurut Paulus, surat Kemenko Polhukam RI dengan Nomor: R 17/KP.04.00/6/2023 tertanggal 20 Juni 2023 tentang usulan Pj Gubernur Papua, yang beredar di platform media whatsapp grup, yang intinya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, Mahfud Md, mengusulkan kepada Kemendagri untuk selanjutnya diteruskan kepada Presiden RI. Faktanya calon Penjabat Gubernur Provinsi Papua tersebut bukan orang asli Papua.

Jika merujuk pada berbagai regulasi maka ada kekhususan bagi orang asli Papua berhak menduduki jabatan politis seorang Penjabat Gubernur Papua. Secara khusus terhadap jabatan Gubernur Provinsi Papua nonaktif Lukas Enembe, yang akan berakhir pada September 2023.

Secara eksplisit, Direktur Santalusia Biak, menegaskan, bahwa pada alenia pertama Undang-undang Nomor 2 Tahun 2O2I menimbang;

a. bahwa dalam rangka melindungi dan menjunjung harkat martabat, memberi afirmasi, dan melindungi hak dasar Orang Asli Papua, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial-budaya, perlu diberi kepastian hukum;

b. bahwa dalam rangka percepatan pembangunan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan publik serta kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan di
wilayah Papua, perlu dilakukan upaya untuk melanjutkan
dan mengoptimalkan pengelolaan penerimaan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua secara akuntabel, efisien, efektif, transparan, dan tepat sasaran, serta untuk melakukan penguatan
daerah provinsi di wilayah Papua sesuai penataan dengan kebutuhan, perkembangan, dan aspirasi masyarakat Papua;

c. bahwa Undang-undang Nomor 21 Tahun 2O01 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2OO8 tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 2l Tahun 2OOl tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua menjadi Undang-undang dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal 18B ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.

Jika merujuk pada Pasal 18B ayat (1) UUD Tahun 1945 sebagai sumber hukum UU Nomor 2 Tahun
2021, maka perlu diperhatikan Pasal 7 UU Nomor 21 Tahun 2021 angka (1) huruf (a) mengatakan DPRP mempunyai tugas dan wewenang mengusulkan pengangkatan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur (b)
mengusulkan memberhentikan gubernur dan wakil gubernur dan/atau kepada Presiden serta wajib merujuk pada Pasal 20 ayat (1) tentang tugas dan wewenang MRP pada huruf (a) dikatakan Majelis Rakyat Papua mempunyai tugas dan wewenang memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang diusulkan oleh penyeleggara pemerintahan kepala
daerah.

"Dasar yuridis UU Nomor 21 Tahun 2021 Pasal 7 dan Pasal 20 merupakan rujukan hukum bagi lembaga DPRP dan MRP sebagai representasi rakyat dan representasi kultur manusia Papua dalam mengusulkan dan memberikan pertimbangan terhadap seorang calon Penjabat Gubernur Papua untuk diusulkan kepada Presiden," ucap Paulus Laratmase.

Halaman:

Editor: Richard Mayor


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah