Konsep Alternatif Tuk Meminimalisir Konflik antar Warga OAP dan non OAP

- 8 Januari 2024, 09:38 WIB
Tokoh Papua, Paskalis Kossay
Tokoh Papua, Paskalis Kossay /Richard Mayor /Suara Jayapura.Com

SUARA JAYAPURA - Belakangan ini di Papua, Kota Jayapura, dihebohkan dengan berita-berita menyeramkan terkait peristiwa kebakaran fasilitas umum warga pendatang di Kota Jayapura dan sekitarnya.

Dimulai sejak 28 Desember 2023 pada saat jenazah alm Bapak Lukas Enembe tiba di Jayapura terjadi aksi spontanitas warga yang tidak puas dengan kematian alm melakukan aksi pembakaran fasilitas umum di sekitar Waena dan Sentani.

Minggu, 7 Januari 2024 terjadi kebakaran lagi disekitar kompleks pasar baru Youtefa Abepura.

Baca Juga: Prabowo Ditanya Alasan Tidak Bersalaman dengan Anies, Capres 01 Mengaku Bingung

Peristiwa-peristiwa ini, menurut tokoh Papua, Paskalis Kossay, memicuh konflik antara pendatang dengan Orang Asli Papua (OAP).

"Masyarakat pendatang mulai mengkonsolidasikan diri melalui Ormas yang menamakan diri Ormas Nusantara menyerang dengan membabibuta kepada warga orang asli Papua yang diduga pelaku peristiwa kebakaran," kata Paskalis Kossay, Senin, 8 Januari 2024.

Tercatat ada beberapa kali peristiwa yang terjadi, ternyata OAP menjadi sasaran amukan massa Ormas Nusantara.

"Mereka tidak ragu-ragu main hakim sendiri dengan tindakan brutal berupa penikaman dan pengeroyokan terhadap warga orang asli Papua seperti yang terjadi di pasar Youtefa. Tanpa diketahui pasti siapa pelaku pembakaran di pasar Youtefa, seorang warga OAP dihajar babak belur, badan penuh berlumuran darah," ucap Paskalis.

Baca Juga: Cuaca Tidak Menentu, BLT El Nino Diperpanjang? Ini Penjelasan Pemerintah

Lanjut, Paskalis menyayangkan peristiwa semacam ini terus berulang terjadi. Ia lantas bertanya apa nantinya nasib masa depan hidup bagi orang asli Papua di atas tanah leluhurnya sendiri yang solah-olah OAP menjadi tamu atau pendatang dinegeri orang, yang diperlakukan dengan tindakan yang semena-mena dengan main pukul dengan main hakim sendiri.

"Pantaskah tindakan warga pendatang seperti ini terhadap warga asli?. Ini sudah kelewat batas kewajaran, sungguh keterlaluan," tutur Kossay.

Untuk itu, Paskalis itu mengajukan 3 (tiga) konsep sebagai alternatif untuk meminimalisir konflik antara warga OAP dan non OAP:

  1. Pulangkan warga pendatang yang baru masuk Papua antara 10 - 15 tahun.
  2. Perketat pengawasan arus migrasi diatur dengan Perdasi tentang pembatasan migrasi penduduk.
  3. Diperlakukan kepemilikan KTP tinggal sementara dengan batas waktu tertentu dan setelah masa tinggal berakhir,wajib dipulangkan kedaerah asal.

Baca Juga: Saipul Jamil Ditangkap, Asistennnya Dinyatakan Positif Narkoba

"Jika tidak diperketat masa tinggal dan/atau keberadaan warga pendatang di Papua, potensi konflik antar warga pendatang dengan asli Papua terbuka . Semakin banyak jumlah warga pendatang di Papua, mereka merasa superior, merasa bisa berbuat apa saja termasuk menganiaya warga asli Papua. Hal ini sebenarnya bibit-bibit potensial yang merusak keutuhan bangsa dan negara. Namun Pemerintah tidak sadar untuk segera mengantisipasi dengan kebijakan," tegas Paskalis Kossay.

Paskalis menegaskan, pemerintah malah hanya bertindak sekedar sebagai alat pemadam kebakaran dengan jalan menghimbau dan menghimbau tanpa diikuti dengan tindakan tegas terhadap warga pendatang ataupun terhadap warga asli Papua.

"Barang siapa yang bertindak diluar ketentuan hukum atau main hakim sendiri seharusnya harus ditindak tegas, jika perlu pelaku yang bersangkutan dipulangkan kedaerah asalnya. Demikian pula terhadap warga asli Papua pun harus diberikan hukum yang berat setimpal dengan perbuatannya," ungkap Kossay.

Jika semua pihak diam tanpa ada langkah-langkah serius untuk mengatasi masalah - masalah antara pendatang dengan asli Papua, tutur Paskalis, kedepan Papua akan menjadi arena konflik terbuka, seperti konflik Tahun 1998 -2000 antara orang suku Dayak asli Kalimantan dengan suku Madura, pasti akan terjadi di Tanah Papua.

Pengalaman kelam antara Dayak vs Madura tersebut adalah sisi kelam yang harus diwaspadai oleh negara ini. Pemerintah tidak boleh terlena dan atau seolah-olah memihak pada salah satu suku atau pihak tertentu.

Peran Pemerintah segera menengahi, mereka yang salah diproses hukum sesuai prosedurnya. Jangan diputar balik hukum, mereka yang tidak bersalah malah disalahkan.

"Papua harus diselamatkan, bebas dari konflik horisontal antar warga pendatang dan asli Papua. Karena itu satu-satunya cara adalah harus tegakan hukum dan kenakan sanksi sosial yaitu pulangkan kedaerah asal," pungkasnya.***

Editor: Richard Mayor


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah