Waspadai 'Back Fire' Israel Mendukung Papua untuk Merdeka Lepas dari Indonesia

- 7 Desember 2023, 12:56 WIB
Seorang akademisi asal Papua, Marinus Mesak Yaung
Seorang akademisi asal Papua, Marinus Mesak Yaung /Richard Mayor/

SUARA JAYAPURA - Seorang akademisi asal Papua, Marinus Mesak Yaung, yang juga sebagai Dosen di Universitas Cenderawasih (Uncen) Papua, dengan lantang sembari mengingatkan agar Presiden Jokowi dan Ibu Retno Marsudi selaku Menteri Luar Negeri Indonesia, serta para diplomat Indonesia di Inggris, Amerika Serikat dan PBB untuk bertindak hati-hati dalam menyikapi atau mengkapitalisasikan persoalan Israel yang belakangan sedang tidak baik-baik saja karena sedang berperang melawan Hamas.

Menurut Marinus Yaung, perang diplomatik diantara Retno Marsudi dengan Benjamin Netanyahu dan Gilad Erdan, Dubes Israel untuk PBB, di forum Dewan Keamanan PBB 29 November 2023 bisa menjadi back fire untuk Indonesia dalam kasus Papua.

"Ingat bahwa Israel bisa menggunakan "tangan" Amerika Serikat dan sekutunya untuk melakukan "balkanisasi" wilayah Indonesia, dan itu perkara mudah," kata Akademisi Uncen Papua, Marinus Yaung, Kamis, 7 Desember 2023.

Baca Juga: Jokowi Diingatkan Jangan Terobsesi Ngurusi Israel-Hamas Soal Kemanusiaan, lalu Papua?

Marinus mengungkapkan, dirinya ditelpon seorang akademisi Indonesia yang lagi studi doktoral di salah satu campus Ivy league di AS, dan dia mengatakan bahwa Perdana Menteri Netanyahu menanggapi dengan serius pernyataan kritis ibu Retno di forum Dewan Keamanan PBB minggu lalu, dan Israel akan melawan balik Indonesia dengan kekuatan diplomatik dan intelejen.

"Akademisi Indonesia ini, dia dekat dengan beberapa anggota kelompok AIPAC (American Israel Public Affairs Committee) karena dikenalkan oleh seorang profesor Yahudi yang menjadi supervisor disertasinya, kepada para anggota AIPAC," ucap Marinus Yaung.

Lanjutnya lagi, Akademisi Indonesia ini berasumsi bahwa Israel berpotensi menjadikan isu politik Papua Merdeka untuk alat diplomatiknya menyerang balik Indonesia dan menekan Indonesia agar tindak melanjutkan ancaman menyeret Perdana Menteri Netanyahu dan IDF ke International Court of Justice di Den Haag, Belanda. Jaringan intelejen Mossad memiliki kemampuan untuk pekerjaan model ini.

Israel atau Mossad akan bermain dengan menggunakan tangan Inggris dan Amerika Serikat. Akademisi Indonesia asal Sulawesi ini menyatakan bahwa di Inggris, beberapa anggota House of Commons dan House of Lords, keturunan Yahudi, sudah geram dengan posisi diplomatik Indonesia yang mendukung kelompok Hamas.

Baca Juga: Penjajah Israel Makin Cuek Desakan Dunia, Abaikan AS dan PBB

"Beberapa anggota parlemen Inggris keturunan Yahudi ini, mereka bisa dengan mudah mendekati Benny Wenda dan kelompok ULMWP untuk mendukung aspirasi Referendum Papua. Potensi transaksi politik diantara kelompok Yahudi di Parlemen Inggris dengan ULMWP, peluangnya besar saat ini," ucap Martinus, mengutip ungkapan akademisi Indonesia itu.

Menurut sang akademisi, perang diplomatik Indonesia dengan israel saat ini, adalah peluang emas untuk ULMWP Papua meloloskan agenda referendum politiknya di komunitas internasional dan di forum PBB. Orang-orang pintar di Jakarta sudah keliru dan cerobah merespon secara berlebihan perang hamas dan Israel. Mereka bertindak melanggar politik luar negeri bebas aktif. Mereka melanggar warisan Muhamnad Hatta dengan tidak lagi mendayung diantara dua karang.

Kesempatan emas Papua untuk merdeka telah datang. Menurut akademisi Indonesia alumnus Yogyakarta ini, saat ini adalah momen terbaik untuk orang Papua dan seluruh faksi-faksi perjuangan bersatu di bawah organisasi ULMWP. Perlu memaksimalkan semua kekuatan politik dan diplomatik yang dimiliki oleh orang Papua dan ULMWP untuk mendekati Mossad dan anggota Parlemen Israel serta AIPAC.

'Lalu akademisi Indonesia ini, meminta saya untuk membantu membebaskan sandera Philip Mark Merthenz yang disandera kelompok KKB di Nduga. Karena dunia internasional sangat menentang sandera atau tawanan perang, sebagai alat propaganda dan diplomatik," ungkap Marinus Yaung.

Baca Juga: Pada Akhirnya Netanyahu akan Diadili sebagai Penjahat Perang, Kata Erdogan

Menurutnya, sandera pilot Selandia Baru harus segera dibebaskan kalau orang Papua mau sukses manfaatkan perang diplomatik Indonesia dengan Israel untuk kepentingan referendum Papua.

"Saya kemudian merespon pemikiran dan asumsi calon doktor ilmu politik ini, dengan pandangan saya bahwa kemampuan diplomasi internasional Benny Wenda dan ULMWP masih kalah jauh dibandingkan dengan Diplomat hebat Indonesia, Haji Agus Salim," tuturnya.

Haji Agus Salim menguasai banyak sekali bahasa asing. Dalam proses diplomasinya ke negara-negara Arab tahun 1947, Agus Salim membentuk tim diplomasinya. Tim terdiri dari antara lain Agus Salim, Sutan Sjahrir, Carles Tambo, Soemitro Djojohadikusumo, dan Soedjatmoko.

Diplomasi internasional ke negara-negara Arab, sebagai basis politik utama Indonesia, sukses mendapat dukungan diplomatik terhadap kemerdekaan Indonesia. Mesir negara pertama yang memberikan dukungan diplomatik dan pengakuan terhadap kemerdekaan Indonesia.

Benny Wenda tidak menempuh jalan diplomasi internasional yang sama dengan haji Agus Salim dan tim diplomasinya. Benny Wenda percaya dengan gaya diplomasi " eagle fly alone " sehingga tidak membutuhkan Octovianus Mote yang lama tinggal di Amerika Serikat, dan sudah terkoneksi dengan kelompok AIPAC di negeri tersebut.

Benny Wenda, Oridek Ap, dan adiknya Raky Ap, terlalu percaya diri bahwa mereka tiga bisa meyakinkan komunitas internasional untuk mendukung posisi mereka. Padahal ditangan mereka tiga ini, diplomasi internasional ULMWP gagal total di forum MSG. Meskipun negara-negara MSG adalah basis politik utama ULMWP.

"Sehingga kesimpulan saya, sekalipun geopolitik internasional di Eropa dan AS saat ini memberi peluang besar buat ULMWP untuk meloloskan agenda politik referendumnya, dengan bermain mata kepada Israel melalui kaki tanganya Inggris dan AS, namun masih sangat sulit untuk dimanfaatkan. Kelompok nasionalis Papua didalam negeri tidak bersatu, di luar negeri juga tidak bersatu. Masalah klasik yang sulit diselesaikan orang Papua," ungkap Marianus.

Selain itu, kasus penyanderaan pilot warga negara Selandia Baru, semakin membuat redup dan hilangnya simpati negara-egara di kawasan pasifik dan komunitas internasional terhadap isu Papua.

"Kami berdua akhirnya bertemu pada asumsi yang sama bahwa penyanderaan pilot Philip Mark Merthenz, warga negara Selandia Baru, adalah awal dari kegagalan dan kemunduran diplomasi internasional isu Papua," cetusnya.

Diakhir tulisan ini, ada catatan penting buat para diplomat Indonesia dan ibu Retno Marsudi Menteri Luar negeri Indonesia untuk tetap konsisten dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia, tetapi harus kalkulasikan dengan baik setiap tindakan diplomatik yang dilakukan terhadap Israel. Karena jangan sampai salah mengkalkulasinya, maka potensi " back fire " yang merugikan kepentingan nasional Indonesia dalam isu Papua, terjadi kemudian dan Indonesia kehilangan pungkasnya.***

Editor: Richard Mayor


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah